Retinitis Pigmentosa

Retinitis pigmentosa adalah gangguan genetis bawaan pada mata yang berakibat pada hilangnya penglihatan atau kebutaan.

Retinitis Pigmentosa - Penyebab, Gejala, dan Penanganannya

Narasumber: Dr. Monika Yuke Lusiani, SpM

Retinitis Pigmentosa

Retinitis pigmentosa adalah gangguan genetis bawaan pada mata yang berakibat pada hilangnya penglihatan atau kebutaan.

Retinitis pigmentosa adalah gangguan genetis bawaan pada mata yang berakibat pada hilangnya penglihatan atau kebutaan.  Menurut hasil penelitian yang dimuat di jurnal Current Genomics, retinitis pigmentosa merupakan penyebab utama kebutaan yang diwariskan.

Dalam riset itu didapati bahwa 1,5 juta orang di dunia menderita retinitis pigmentosa per 2011. Namun hingga saat ini belum ditemukan obat untuk menangani gangguan ini sepenuhnya.

Meski begitu, penyebab, gejala, dan penanganannya sudah diketahui. Dalam artikel ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai apa itu retinitis pigmentosa.

Penyebab Retinitis Pigmentosa

Penyebab retinitis pigmentosa diduga kuat adalah mutasi gen pada sel batang di mata. Mutasi ini menyebabkan kerusakan. Sel kerucut juga bisa terkena.

Kedua sel itu adalah bagian dari fotoreseptor yang berfungsi membentuk penglihatan. Sel batang bekerja saat cahaya redup, sementara sel kerucut bertugas mengidentifikasi warna.

Mutasi gen pada sel fotoreseptor membuat protein yang dibutuhkan oleh sel tidak bisa diproduksi maksimal atau terbatas. Beberapa mutasi bahkan malah bisa menghasilkan protein yang beracun.

Ketika terjadi mutasi gen, dua sel tersebut tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Walhasil, terjadi penurunan ketajaman penglihatan secara bertahap hingga akhirnya mata tak berfungsi sepenuhnya.

Retinitis pigmentosa bisa digolongkan menjadi tiga jenis berdasarkan diagnosisnya, yakni:

  • Sindrom: terjadi bersamaan dengan gangguan neurosensorik lain atau temuan klinis yang kompleks
  • Non-sindrom: terjadi sendiri tanpa temuan klinis lain
  • Gangguan sekunder yang terjadi karena adanya penyakit sistemik lain

Karena itu, bisa jadi seseorang menderita retinitis pigmentosa dan penyakit lain yang berkaitan. Misalnya sindrom Usher, yakni kombinasi retinitis pigmentosa dan tunarungu yang diderita sejak bayi.

Gejala Retinitis Pigmentosa

Gejala retinitis pigmentosa bersifat degeneratif alias kerusakan terjadi secara perlahan. Gejala awal penyakit ini umumnya penurunan kemampuan penglihatan pada malam hari (nyctalopia).

Selain itu, penderita merasa pandangan menyempit seperti menggunakan teropong. Gejala tersebut terjadi secara simetris, yaitu mata kanan dan kiri mengalami pada tingkat yang sama.

Bagaimanapun, gejala retinitis pigmentosa sindromis dan non-sindromis bisa berbeda. Umumnya gejala yang dialami meliputi:

- Gangguan melihat saat malam, bahkan sama sekali tak bisa melihat ketika cahaya redup/gelap (rabun senja)

- Penyempitan bidang pandang, penglihatan seperti dibatasi frame hitam (tunnel vision)

- Terjadi kilatan cahaya dalam penglihatan (fotopsia)

- Mata sensitif terhadap cahaya terang (fotofobia)

- Tumbuhnya tulang spikula pada bagian terdalam retina (fundus)

- Penglihatan kabur

- Identifikasi warna memburuk

- Kebutaan total

Penderita retinitis pigmentosa akan kesulitan menjalani kehidupan normal karena gejala-gejala tersebut. Terutama kala mereka beraktivitas pada malam hari.

Mereka bisa terantuk batu hingga terbentur tembok karena tidak bisa melihat dengan jelas dalam cahaya redup. Itu sebabnya dibutuhkan tindakan pada retina oleh dokter untuk membantu memperbaiki penglihatan.

Pengobatan Retinitis Pigmentosa

Belum ada obat spesifik untuk menyembuhkan retinitis pigmentosa. Walau demikian, ada prosedur pengobatan yang bisa dipraktikkan untuk menanggulangi dampak penyakit retina tersebut.

Dokter akan melakukan diagnosis awal dengan cara memeriksa kondisi retina menggunakan oftalmoskop. Alat ini membuat dokter bisa melihat retina lebih jelas sehingga dapat mengetahui bila ada yang tidak normal.

Ketidaknormalan itu antara lain adanya garis pigmen gelap pada retina. Keberadaan pigmen ini menjadi salah satu tanda retinitis pigmentosa. Karena itu juga nama penyakit mata ini mengandung kata “pigmentosa”.

Dokter juga bisa menjalankan prosedur diagnosis lain, seperti:

  • Elektroretinogram (ERG) untuk mengukur aktivitas listrik sel fotoreseptor. Dalam tes ini, kilatan cahaya dikirim ke retina untuk melihat respons sel batang dan kerucut. Makin rendah respons, makin besar potensi terjadinya retinitis pigmentosa.
  • Uji bidang visual untuk mengetahui tingkat kehilangan penglihatan pasien. Pasien akan diminta mengamati titik cahaya yang bergerak dan menekan tombol ketika cahaya terlihat. Prosedur ini menghasilkan peta bidang visual yang kemudian dianalisis untuk melihat kemampuan penglihatan.
  • Uji genetis untuk melihat gangguan pada DNA pasien. Dokter akan mengambil sampel DNA pasien dan menelitinya guna mendeteksi ada-tidaknya kelainan pada gen.

Dalam penanganan setelah diagnosis menunjukkan pasien positif mengalami retinitis pigmentosa, dokter akan menganjurkan asupan vitamin A dosis tinggi. Eliot L. Berson, M.D, profesor oftalmologi dari Harvard Medical School, Amerika Serikat, menyarankan pemberian suplemen vitamin A berdosis 15.000 IU.

Guna meringankan dampak retinitis pigmentosa, penderitanya juga disarankan membentuk atau bergabung dalam kelompok penderita yang sama. Dengan begitu, ada diskusi dan pertukaran informasi yang berguna.

Penderita juga disarankan rutin berkonsultasi dengan dokter agar mengetahui riset terbaru tentang retinitis pigmentosa, terutama terkait dengan upaya pengobatannya. Di Indonesia, sudah ada klinik dengan dokter yang ahli dalam bidang gangguan retina.

Konsultasi dengan profesional diperlukan demi mendapat nasihat medis secara terukur. Juga obat-obatan dan suplemen yang aman untuk pengobatan retinitis pigmentosa.

Back